Pendapat itu disampaikan pengamat penerbangan Rusia Konstantin Bogdanov. Dia menilai citra produk gagal tidak selalu berujung pada penjualan yang buruk, dalam analisisnya seperti dilansir
RIA-Novosti, Minggu (13/5).
Bogdanov menyatakan kegagalan merupakan hal wajar bagi produk anyar. Dia mencontohkan nasib pesawat jumbo jet Airbus seri A320 yang serupa Superjet.
Pesawat itu lebih dari dua dekade lalu mengalami kecelakaan saat unjuk kebolehan terbang pertama kali. Faktanya, seri itu tetap laris sampai sekarang. "Saat jatuh pada 1988, beredar pendapat sinis pada nasib Airbus seperti yang diterima Superjet. Nyatanya, kini 2.800 Airbus A320 terjual di seluruh dunia," tulis Bogdanov.
Dia juga menambahkan kegagalan fatal sebuah teknologi dirgantara seperti roket, satelit, atau pesawat ulang-alik, kerap terjadi. Superjet sekadar sial karena nasib buruk itu terekspos media.
Bogdanov percaya ada pihak-pihak yang memanfaatkan momentum ini buat memperburuk citra Sukhoi. "Patut diingat, penyebab kecelakaan kemungkinan faktor manusia. Rusia saat ini menghadapi gelombang berita negatif yang agaknya berusaha mengubur masa depan proyek Superjet," tulis Bogdanov.
Hingga kini, pelbagai pihak di Indonesia dan Rusia masih berspekulasi mengenai penyebab jatuhnya pesawat buatan Rusia itu. Faktor cuaca, kesalahan manusia, dan kerusakan mesin menjadi sejumlah dugaan penyebab jatuhnya Superjet di Gunung Salak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Pemerintah Rusia lebih percaya kecelakaan yang menewaskan 45 orang itu disebabkan kelalaian manusia. Kesimpulan itu mereka dapat usai menghubungi sejumlah pakar penerbangan.
"Kelalaian manusia paling memungkinkan sebagai penyebab insiden itu," kata Wakil Perdana Menteri Dmitry Rogozin, seperti dilansir kantor berita Rusia
RIA-Novosti, akhir pekan lalu.
-